{{menu_nowledge_desc}}.

CIFOR–ICRAF publishes over 750 publications every year on agroforestry, forests and climate change, landscape restoration, rights, forest policy and much more – in multiple languages.

CIFOR–ICRAF addresses local challenges and opportunities while providing solutions to global problems for forests, landscapes, people and the planet.

We deliver actionable evidence and solutions to transform how land is used and how food is produced: conserving and restoring ecosystems, responding to the global climate, malnutrition, biodiversity and desertification crises. In short, improving people’s lives.

Mengawal Proses Pengarusutamaan Pembangunan Rendah Emisi di Indonesia

Export citation

Pemerintah Indonesia sejak awal telah berupaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, hal ini diperkuat dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia dan berkontribusi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca secara global. Target awal di penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan upaya sendiri dan tambahan 14% dengan dukungan internasional pada tahun 2020 yang diperkuat dengan target baru hasil COP 21 Paris adalah sebesar 29% pada tahun 2030. Komitmen ini kemudian didukung dengan terbitnya Kebijakan Nasional Pemerintah dalam Rencana Aksi Nasional penurunan emisi gas rumah kaca (RAN-GRK) yang diperkuat pada tahun 2015 dengan mengarusutamakan rencana aksi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. RAN-GRK ini kemudian diterjemahkan oleh pemerintah provinsi ke dalam rencana provinsi sebagai Rencana Aksi Daerah penurunan emisi gas rumah kaca (RAD - GRK). Di Indonesia lebih dari 80% dari unilateral ukuran pengurangan emisi yang ditargetkan akan datang dari sektor berbasis lahan, yaitu, pertanian, kehutanan, penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan, termasuk lahan gambut dan kebakaran hutan. Perencanaan dan implementasi emisi sektor berbasis lahan yang untuk sebagian besar tentang tanah dan tata kelola hutan masalah, termasuk tumpang tindih dengan proses pembangunan di daerah pedesaan dan hutan. Di tingkat lokal dimana pelaksanaan berlangsung, persimpangan penggunaan lahan, mitigasi dan perencanaan pembangunan sangat besar dan sering harus ditangani dengan cara integratif, sebagai pendekatan bentang lahan. Pada tingkat daerah, perencanaan penggunaan lahan menjadi penting dalam mensinergikan agenda lokal, nasional dan global. Hal ini mendorong pentingnya proses, negosiasi dalam perencanaan penggunaan lahan yang inklusi, terintegrasi dan transparan (dewi et al 2011, van Noorwidjk et al 2013).

Related publications