Explore eventos futuros e passados ​​em todo o mundo e online, sejam hospedados pelo CIFOR-ICRAF ou com a participação de nossos pesquisadores.

Découvrez les évènements passés et à venir dans le monde entier et en ligne, qu’ils soient organisés par le CIFOR-ICRAF ou auxquels participent nos chercheurs.

Jelajahi acara-acara mendatang dan yang telah lalu di lintas global dan daring, baik itu diselenggarakan oleh CIFOR-ICRAF atau dihadiri para peneliti kami.

{{menu_nowledge_desc}}.

CIFOR–ICRAF publishes over 750 publications every year on agroforestry, forests and climate change, landscape restoration, rights, forest policy and much more – in multiple languages.

CIFOR–ICRAF addresses local challenges and opportunities while providing solutions to global problems for forests, landscapes, people and the planet.

We deliver actionable evidence and solutions to transform how land is used and how food is produced: conserving and restoring ecosystems, responding to the global climate, malnutrition, biodiversity and desertification crises. In short, improving people’s lives.

CGIAR dan CIFOR-ICRAF Sepakat Memperkuat Kolaborasi

Seorang perempuan tengah memanen daun pohon Gnetum spp. (okok) di Desa Minwoho, Lekié, Wilayah Tengah, Kamerun. Foto oleh Ollivier Girard/CIFOR-ICRAF.

CGIAR bersama Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) telah mengumumkan penguatan kolaborasi yang bertujuan mempercepat transformasi sistem pangan, lahan, dan air dalam mengatasi krisis iklim untuk menjawab tantangan mendesak yang dihadapi sistem pangan global.

Penguatan upaya terpadu ini akan memanfaatkan keahlian kedua lembaga, dan memajukan program bersama yang ambisius untuk membantu mengatasi isu-isu seperti degradasi lahan, deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kelangkaan sumber daya air.

Kolaborasi ini pada intinya adalah pengakuan akan peran hutan dan pepohonan yang sangat diperlukan dalam mengatasi tantangan global. Perjanjian ini memastikan transformasi sistem pertanian dan pangan mencakup semua sektor yang relevan, termasuk kehutanan, perburuan, perikanan, budidaya tanaman, dan produksi ternak.

Kolaborasi ini dikukuhkan pada tanggal 7 Juni 2024, bersamaan dengan kedua belah pihak menyelaraskan komitmen terhadap pendekatan bentang alam dan ekosistem melalui Komunike Bersama.

Kedua belah pihak dalam komunike sepakat untuk bekerja secara optimal. Para pimpinan dari One CGIAR menyambut baik itikad dan keterlibatan CIFOR-ICRAF yang berkelanjutan dalam proses merancang Portofolio Penelitian CGIAR 2025—2030.

CIFOR dan ICRAF merupakan Pusat Penelitian CGIAR, yang bekerja untuk mendukung keranekaragam hayati bentang alam yang tangguh melalui hutan, pohon dan tanah yang sehat.

Informasi lengkap: Komunike Bersama: CIFOR-ICRAF dan Kemitraan Terpadu (ditandatangani)

Mempertajam faktor emisi gas rumah kaca lahan gambut dan mangrove Indonesia

Riset Terbaru Sajikan “Referensi Kredibel Umum” Reduksi Emisi Lahan Basah

(BOGOR, 28 Mei 2024)—Para ilmuwan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan Agroforestri Dunia (CIFOR-ICRAF) mempublikasikan sebuah peneltian yang mempertajam pelaporan emisi ekosistem lahan basah kaya karbon.

Dalam upaya berbagai negara meningkatkan efektivitas reduksi emisi di bawah Perjanjian Paris – dan mengembangkan kepercayaan dari skema pendanaan iklim lebih luas – tingkat baseline emisi/serapan dan pelaporan harus setransparan dan seakurat mungkin.

Dalam konteks Indonesia, ini berarti upaya menelaah lebih dekat lagi kekayaan hutan lahan gambut dan mangrove tropis kaya karbon, yang merupakan wilayah terluas di dunia – dan saat ini menyerap total sekitar 31,2 gigaton karbon. Sekitar 60% target reduksi emisi nasional Indonesia pada 2030 bergantung pada mitigasi sektor Hutan dan Pemanfaatan Lahan Lain (FOLU). Meskipun, pada saat ini emisi nasional terus bertambah, dan sektor ini berkontribusi sekitar 50%.

Oleh karena itu, melindungi dan merestorasi mangrove dan lahan gambut harus menjadi prioritas utama untuk upaya reduksi emisi. Meski deforestasi di kedua lanskap ini melambat pada dua dekade terakhir, pencegahan lebih lanjut terhadap deforestasi dan degradasi reservoir karbon tinggi ini sangat penting untuk mencapai target ambisius Penyerapan Bersih FOLU pada tahun 2030.

“Lahan gambut dan mangrove kaya karbon merupakan ekosistem kunci yang harus dikelola dalam strategi mitigasi berbasis lahan,” kata Daniel Murdiyarso, ilmuwan utama CIFOR-ICRAF dan penulis utama laporan.

Hal ini berarti bahwa Indonesia memiliki kebutuhan khusus untuk inventori gas rumah kaca (GHG) dengan tingkat akurasi yang tinggi dan meningkatkan level emisi rujukan hutan nasional (FREL) untuk ekosistem tersebut – sebuah kebutuhan yang belum sepenuhnya teratasi hingga saat ini. “Meski Indonesia bergerak dari menggunakan faktor emisi dasar (EF) Tier 1 IPCC lahan gambut dikeringkan pada FREL 2016 ke Tier 2 EF pada FREL 2022, penyusunannya tidak mengikuti panduan IPCC – sehingga berimplikasi signifikan bagi penghitungan GHG,” kata Kristell Hergoualc’h, penulis anggota dan ilmuwan senior CIFOR-ICRAF.

Dalam konteks ini, tim riset mengeksplorasi tantangan dan kesenjangan ilmiah dalam mengembangkan tier tinggi dan mempertajam faktor emisi Indonesia pada lahan gambut dikeringkan dan dibasahi kembali, kebakaran gambut, konversi mangrove, dan mangrove di lahan gambut. Secara signifikan, ditemukan bahwa sekitar 10% mangrove Indonesia berada pada kategori terakhir. “Kombinasi unik dari dua ekosistem lahan basah ini berlokasi di lanskap yang sama dan saat ini kurang diteliti, sehingga memunculkan tantangan teknis bagi inventori dan pelaporan GHG berkualitas tinggi, ini seharusnya menjadi prioritas riset masa depan,” kata Sigit Sasmito, anggota penulis dan peneliti senior di James Cook University.

Secara umum, para peneliti menekankan bahwa estimasi reduksi emisi akan lebih akurat ketika faktor emisi tier tinggi diterapkan. “Keluaran riset menyajikan peta jalan reduksi ketidakpastian penghitungan emisi dan serapan GHG dari lahan gambut dan mangrove Indonesia,” kata Erin Swalls, penulis anggota dan peneliti CIFOR-ICRAF.

Dengan meningkatnya kepastian pada subjek tersebut, program dan proyek akan mampu menerapkan pendekatan seragam untuk mendukung ambisi Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC), dan Indonesia akan siap untuk memimpin dalam upaya reduksi emisi sektor FOLU secara global. Kejelasan ini juga akan membangun kepercayaan investasi finansial, karena data berkualitas tinggi akan membantu menjamin keterlibatan sektor swasta bersama sektor publik.

“Dengan menerapkan faktor emisi tersempurnakan, pemerintah Indonesia bisa lebih percaya diri dalam melaporkan target reduksi emisi dalam NDC kedua Perjanjian Paris, serta sangat siap menghadapi Global Stocktake 2028 yang akan datang,” kata Murdiyarso.
“Menurut kami, penyempurnaan ini akan menjadi esensial dalam mendukung Indonesia mencapai target FOLU net sink pada 2030 dan emisi nol bersih pada 2060 atau sebelumnya,” kata para penulis menyimpulkan.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi CIFOR-ICRAF ilmuwan, Daniel Murdiyarso: d.murdiyarso@cifor-icraf.org.

Ilmuwan CIFOR-ICRAF, Dr Daniel Murdiyarso Terpilih Menjadi Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI)

  • Dr Daniel Murdiyarso, Ilmuwan Utama CIFOR-ICRAF akan memimpin lembaga prestisius Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) selama lima tahun hingga 2028.
  • Dr Murdiyarso merupakan guru besar Departemen Geofisika dan Meteorologi, IPB dengan fokus riset antara lain mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, perubahan pemanfaatan lahan dan siklus biogeokimia.
  • AIPI didirikan termasuk oleh ilmuwan yang kemudian menjadi Presiden RI dan diperkuat oleh Undang Undang pada 1990, yang berperan sebagai wadah bagi ilmuwan terkemuka Indonesia.

Secara aklamasi, Ilmuwan Utama CIFOR-ICRAF Dr Daniel Murdiyarso terpilih menjadi Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).

“Menjadi kehormatan besar untuk memimpin Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia selama lima tahun ke depan,” kata Dr Murdiyarso, yang menjadi anggota sejak 2002. “Ini bukan kepercayaan yang mudah, tetapi saya yakin, melalui kebersamaan dalam akademi ini, kita akan mampu mewujudkan tujuan memelihara gairah ilmu pengetahuan Indonesia dan memberi dampak lebih besar,” paparnya dalam sambutan penerimaan.

Telah 20 tahun Dr Murdiyarso menjadi ilmuwan CIFOR-ICRAF, lembaga terdepan dalam riset-aksi dalam bentang alam pohon, hutan dan agroforesti. Ia memberi kontribusi signifikan dalam membangun pemahaman global mengenai urgensi ekosistem lahan basah, selain terlibat dalam sejumlah kolaborasi internasional dan proyek riset pengembangan strategi manajemen lahan basah berkelanjutan.

“Dengan bangga kami mengucapkan selamat pada Daniel atas pencapaian istimewa ini,” kata CEO CIFOR-ICRAF, Eliane Ubalijoro. “Komitmen Daniel pada ekselensi dan peningkatan kehidupan masyarakat Indonesia dan global melalui karya menjadi teladan semangat inovasi dan dedikasi yang mendorong CIFOR-ICRAF melangkah maju.”

Keputusan ini diambil pada Sesi Pleno AIPI, 27 Juni, menunjuk Dr Murdiyarso – Ketua Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar AIPI saat ini – dengan dukungan penuh dari seluruh anggota termasuk mantan Menteri Lingkungan Hidup dan otoritas perubahan iklim Indonesia, Emil Salim.

Sepanjang karirnya, Dr Murdiyarso memberi kontribusi signifikan dalam riset perubahan iklim di Indonesia dan dunia.

Sebagai mantan Wakil Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, ia menjadi Penanggungjawab Nasional dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim dan Konvensi Keanekaragaman Hayati.

Ia juga memainkan peran besar dalam perolehan Hadiah Nobel Perdamaian Panel Antar-pemerintah mengenai Perubahan Iklim (IPCC) sebagai Penulis Utama Laporan Asesmen Ketiga IPCC dan Laporan Khusus IPCC mengenai Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan.

Dalam dua dekade terakhir, ia mempublikasikan lebih dari 100 karya riset mengenai perubahan penggunaan lahan dan siklus biogeokimia, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Ia memperoleh pengakuan global atas karyanya, antara lain Penghargaan Ahmad Bakrie (2010), Penghargaan Sarwono-LIPI 92018), dan Penghargaan Habibie (2020).

Pada 2022, Dr Murdiyarso menerima gelar doktor kehormatan dari Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Helsinki, Finlandia. Penghargaan ini menjadikanya orang Indonesia pertama yang mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari universitas tersebut.

Tokoh ilmuwan terkemuka, termasuk ilmuwan yang kemudian menjadi presiden Indonesia BJ Habibie, mendirikan AIPI, dan diperkuat Undang Undang pada 1990. AIPI berfungsi sebagai wadah bagi ilmuwan terkemukan Indonesia dan dibagi menjadi lima bidang: komisi ilmu pengetahuan dasar, ilmu kedokteran, ilmu rekayasa, ilmu kebudayaan dan sosial. Saat ini, AIPI berisi 56 anggota aktif.

UNTUK INFORMASI LEBIH JAUH DAN PERMINTAAN WAWANCARA MEDIA, SILAHKAN HUBUNGI:

Azzura Lalani
Kepala Penjangkauan dan Pelibatan Global
CIFOR-ICRAF
Email: a.lalani@cifor-icraf.org
Budhy Kristanty
Koordinator Komunikasi Asia
CIFOR-ICRAF
Email: b.kristanty@cifor-icraf.org