
Tapi upaya itu terasa tak mampu melawan massifnya perusakan lingkungan. Proyek reklamasi dan pembangunan pesisir yang tak ramah lingkungan terus berlanjut.
"Kami tanam mangrove. Tapi ada perusahaan yang bangun pantai dan diberi ijin pemerintah. Mangrove jadi banyak hanyut oleh arus," terangnya.
Dilema yang dihadapi Asmania adalah cerminan paradoks upaya kolekktif dan kebijakan pemerintah.
Itu tidak hanya terjadi pada upaya kolektif warga ketika dihadapkan dengan pemerintah, tetapi juga upaya kolektif dunia ketika berhadapan dengan masing-masing negara.
Direktur Jenderal Center for International Forestry Research (CIFOR), Robert Nasi, mengatakan dalam tulisannya bahwa kegagalan upaya kolektif menyelamatkan lingkungan adalah politik tiap negara.
Meskipun para pemerhati lingkungan, warga di tiap wilayah sekitar hutan, mengusahakan pelestarian, kepentingan lain yang lebih besar menihilkan usaha itu.
"Laporan Bank Dunia 2023 soal pendanaan biodiversitas menguak, negara-negara mengeluarkan 500 dollar AS per tahun menyubsidi aksi merusak, 3 kali lipat dana proteksi," urainya.