Memahami faktor kontekstual

Supaya efektif, mekanisme pembagian manfaat (BSM) juga harus mempertimbangkan konteks. Sebagai kebijakan yang relatif baru, REDD+ telah terwarnai oleh berbagai kebijakan lain yang sudah ada. Pada beberapa kasus, alih-alih perubahan praktik atau perubahan sistem, kebijakan tersebut justru memperkuat status quo.

Ekonomi hutan/nilai lahan di kawasan REDD+

Nilai yang disematkan pada hutan dan lahan tidak sama di seluruh negara karena variasi karakteristik seperti fitur geofisika (tanah, keanekaragaman hayati/biodiversitas, keterpencilan) dan pasar (permintaan spesies kayu spesifik, persaingan untuk mengonversinya menjadi areal penggunaan lain).

Liu et al. (2020) melakukan penelitian yang membandingkan sekuestrasi karbon di perkebunan karet dan kelapa sawit di Kalimantan, Indonesia. Para penulis menemukan bahwa penyerapan karbon di perkebunan memengaruhi biaya peluang yang lebih kecil daripada tingkat diskonto sosial karena lama waktu yang dibutuhkan perkebunan untuk mengimbangi karbon yang dilepaskan dari konversi hutan alam menjadi perkebunan.

Para peneliti menemukan bahwa biaya peluang di Kalimantan, Indonesia, berkisar antara 3.5 t CO₂-1 hingga 19.6 t CO₂-1, bergantung pada tingkat diskonto sosial dengan nilai rata-rata sebesar USD 8.56 t CO₂-1. Dalam menambah atau mengurangi luas perkebunan sekitar 10% atau 20%, mereka menemukan bahwa tanpa mempertimbangkan karbon di perkebunan, perubahan biaya peluang tambahan hanya sekitar 6% ketika luas perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 10%. Ketika luas perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 20%, biaya peluang meningkat dari 13,3% menjadi 51,6%. Perkebunan karet menunjukkan kecenderungan yang sama: biaya peluang meningkat dari 3% hingga 13,3% untuk kasus 10% dan dari 7,5% hingga 25,5% pada kasus 20%. Ketika membandingkan skenario pertama, biaya peluang menurun sebesar 2,3% ketika luas perkebunan kelapa sawit meningkat 20%. Nilai untuk perkebunan kelapa sawit selalu lebih besar daripada perkebunan karet. Para peneliti menyimpulkan bahwa biaya peluang meningkat lebih cepat di perkebunan kelapa sawit daripada di perkebunan karet.

Karena konversi ekosistem tinggi karbon menjadi perkebunan menyebabkan hilangnya ekosistem kaya-karbon yang berkontribusi pada perubahan iklim, pembayaran REDD+ harus cukup menutupi biaya peluang yang dihadapi pemilik tanah karena tidak mengembangkan lahan. Mengevaluasi dampak penyerapan karbon perkebunan dapat membantu pembuat kebijakan lokal merancang program penyerapan karbon REDD+ yang menarik secara finansial dan efektif di hutan tropis lainnya[1].

Sumber
[1]Liu, G.; Liu, Q.; Song, M.; Chen, J.; Zhang, C.; Meng, X.; Zhao, J.; Lu, H. Costs and Carbon Sequestration Assessment for REDD+ in Indonesia. Forests 2020, 11, 770.