Apa saja jenis biaya, untuk siapa dan siapa yang bertanggung jawab atas kegagalan? Berapa biaya dan bebannya?

Untuk penerima manfaat

Jenis beban yang dialami oleh penerima proyek REDD+ (biasanya masyarakat lokal) sering kali berupa biaya tinggi (termasuk biaya peluang dan peningkatan ketidakadilan melalui penangkapan elite) dan hak.

Biaya peluang merupakan hilangnya sumber pendapatan alternatif. Karena cenderung adanya peluang ekonomi yang lebih berharga di daerah hutan yang memiliki kandungan karbon lebih tinggi, masyarakat yang menerapkan REDD+ lebih sulit mencari sumber pendapatan alternatif dibandingkan dengan masyarakat yang menerapkan REDD+ di hutan rendah karbon di mana tidak ada peluang demikian. Bagi wanita, harapan untuk berpartisipasi pada program REDD+ –meskipun dimaksudkan dengan baik dan dengan tujuan meningkatkan inklusivitas– juga dapat menambah beban dari segi waktu mereka. Konsultasi yang erat dengan penerima manfaat proyek dapat membantu menginformasikan proses perencanaan untuk mengurangi beban yang tidak seharusnya ada pada peserta.

Korupsi dan pengambilan manfaat oleh kelompok elit juga dapat membebani penerima manfaat proyek yang seharusnya. Berbagai bentuk ilegalitas banyak terjadi di sektor kehutanan global sedangkan di banyak negara REDD+ tata kelola hutan lemah dan korupsi oleh pejabat pemerintah dalam hutan komersial merupakan hal yang lumrah. Korupsi paling umum terjadi dalam pengelolaan pendapatan atau alokasi penerima manfaat. REDD+ juga dapat terganggu, terutama jika uang dalam jumlah besar mengalir melalui pasar dan mekanisme keuangan baru yang belum teruji. Memerangi korupsi dan pengambilan manfaat oleh elite dapat melibatkan penguatan penegakan hukum, meningkatkan upaya pemantauan dan verifikasi serta meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan.

Di Vietnam, masyarakat lokal memandang pemantauan program alokasi lahan hutan sebagai beban karena pembayaran REDD+ terlalu rendah dibandingkan dengan biaya peluang tinggi pendorong deforestasi seperti perluasan pembangkit listrik tenaga air dan pertanian skala besar.

Akibatnya, mereka melihat insentif REDD+ tidak cukup untuk menjaga hutan agar tetap ada. Sebaliknya, jika membandingkan insentif dari REDD+ dengan skema nasional Pembayaran Jasa Lingkungan Hutan atau Payment for Forest Environmental Services (PFES), PFES menjadi lebih penting dan efektif dalam perlindungan dan pembangunan hutan di Vietnam123. Hal ini menandakan bahwa pembayaran program REDD+ harus cukup tinggi untuk dapat bersaing dengan biaya peluang dari pendorong deforestasi dan degradasi hutan[1].

Kebijakan dan pendekatan yang dirancang untuk dapat mengatasi perubahan iklim secara tidak langsung dapat meningkatkan ketidaksetaraan gender dan melemahkan hak-hak perempuan jika berakibat meningkatkan beban perempuan. Di Vietnam, wacana sosial mengangkat pentingnya peran tradisional perempuan dalam keluarga, tetapi pemerintah juga mendorong perempuan untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam proses REDD+ dalam pekerjaan kantor dan pembangunan sosial. Pesan ini telah menyebabkan beban ganda bagi perempuan di Vietnam. Kemajuan hak dan kesejahteraan perempuan tidak dapat dilakukan jika tidak melihat adanya dinamika hubungan gender dalam keluarga dan kehidupan kerja yang membutuhkan perubahan sikap dan perilaku oleh laki-laki dan kebijakan yang mengurangi beban perempuan[2].

Sebuah studi yang meneliti proyek REDD+ menemukan bahwa anggota masyarakat pribumi Asháninka, Peru menganggap pengambilan tanggung jawab merupakan beban. Pada komunitas Asháninka, keputusan mengenai pengelolaan lahan dan sumber daya serta keterlibatan dengan pihak luar dimediasi melalui presiden yang dipilih setiap dua tahun sekali.

Akan tetapi, terdapat persepsi di antara anggota masyarakat yang menganggap bahwa mengambil posisi kewenangan administratif merupakan hal yang membebani. Selain tugas sehari-hari, pihak berwenang juga harus mengatur prosedur administrasi yang sering menuntut perjalanan ke luar selama beberapa hari. Perjalanan-perjalanan ini sering kali melibatkan biaya sendiri atau seperti pendekatan umum di antara anggota masyarakat, berupa pinjaman dari perusahaan kayu. Tantangan demikian berakitbat bahwa pemimpin proyek REDD+ yang kurang terlibat, yang dengan mudah melepaskan tanggung jawab atas urusan setelah tugas mereka selesai. Pemimpin dan figur otoritas dengan kekuasaan atas masalah pengunaan lahan yang tidak termotivasi atau yang dipilih dengan kurang baik dapat mengganggu keberhasilan dari proyek REDD+. Proyek REDD+ harus dirancang dengan hati-hati sehingga agar orang yang termotivasi dan terampil dapat dipilih sebagai pemimpin[3].

Salah satu cara untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas serta menghindari korupsi yaitu dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendaftarkan penerima keuntungan, merekonsiliasi transfer keuangan, dan mendokumentasikan dampak untuk pemantauan dan evaluasi.

Penggunaan telepon pintar untuk pengumpulan data telah membuka peluang baru bagi komunitas yang ingin terlibat dalam pemantauan berbasis komunitas di Prey Lang, Kamboja. Bersama jaringan komunitas Prey Lang diadakan lokakary untuk mengidentifikasi sumber daya dan aktivitas illegal yang akan dipantau. Aplikasi telepon pintar kemudian dikembangkan bersama 36 anggota komunitas yang telah terlatih dalam menggunakannya. Anggota masyarakat dari semua jender dan usia, mampu mengumpulkan data dalam jumlah besar, menghasilkan 10.842 entry data mengenai penebangan liar dan sumber daya hutan. Biaya untuk pemantauan demikian serupa dengan program pemantauan berbasis masyarakat lainnya, tetapi lebih
murah dibandingkan dengan pemantauan yang dilakukan oleh rimbawan yang profesional. Dokumentasi yang dikumpulkan sangat berharga, tetapi pemeliharaan perangkat lunak dan perangkat keras serta proses validasi data digital akan terus membutuhkan dukungan dari luar. Studi ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal tanpa banyakpendidikan formal dapat memantau kejahatan hutan dan sumber daya hutan secara efektif menggunakan TIK dan TIK dapat membantu untuk mensistematisasi pengumpulan data[4].

Untuk pemrakarsa proyek

Pelaksana inisiatif sub-nasional menanggung biaya implementasi baik untuk kegiatan yang mengurangi deforestasi dan degradasi hutan maupun biaya transaksi untuk memperoleh pendanaan karbon. Kurangnya kejelasan mengenai pemicu biaya, bersamaan dengan pengakuan bahwa REDD+ lebih kompleks dan lebih mahal dari yang sudah diperkirakan sebelumnya telah menjadi penghalang untuk meningkatkan program REDD+.

Bagi negara donor Dana Amazon seperti Norwegia dan Jerman, menyumbang untuk dana lingkungan tidak datang tanpa biaya administrasi. Dana lingkungan menambah lapisan manajemen lain antara organisasi pembiayaan dan penerima manfaat, sementara dana lingkungan yang terpisah dapat berarti berkurangnya kontrol donor atas alokasi sumber daya. Misalnya, ada ketegangan atas pengeluaran sumber daya keuangan dari sumbangan yang telah didapatkan, dengan organisasi donor mengeluh bahwa pada Desember 2012, dana tersebut hanya menyetujui 36 proyek dan mengucurkan dana sebesar 55 juta dolar AS; kurang dari setengah dari jumlah yang disumbangkan.

Sebagian alasannya melibatkan pedoman dan kriteria yang meminta untuk persetujuan proposal proyek, di mana Bank Pembangunan Brasil (BNDES) mengharuskan ketersediaan sumber daya keuangan untuk seluruh jangka waktu proyek. Akibatnya, negara-negara donor mengirimkan 16 juta dolar AS hanya dalam lima donasi dan menekan BNDES untuk dapat mempercepat prosedur persetujuan proyek. Akhirnya, masalah ini dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak dan negara-negara donor mampu mengejar keterlambatan dan mengirmkan 654 juta dollar AS pada tahun 2013. Akan tetapi, kasus tersebut menyoroti bagaimana ketegangan dalam administrasi dapat meningkat dan menjadi penyebab frustrasinya negara-negara donor apabila mereka merasa bahwa kondisi mereka tidak terpenuhi.

Sumber

[1] Wong, G.Y., Loft, L., Brockhaus, M., Yang, A.L., Pham, T.T., Assembe-Mvondo, S., Luttrell, C., 2017. An Assessment Framework for Benefit Sharing Mechanisms to Reduce Emissions from Deforestation and Forest Degradation within a Forest Policy Mix: Assessment Framework for REDD+ BSM. Env. Pol. Gov. 27, 436–452.

[2] Pham, T.T., Mai, Y.H., Moeliono, M., Brockhaus, M., 2016. Women’s participation in REDD+ national decision-making in Vietnam. Int. Forest. Rev. 18, 334–344.

[3] Barletti,S. J.P., Begert, B., Guerra Loza, M.A., 2021. Is the Formalization of Collective Tenure Rights Supporting Sustainable Indigenous Livelihoods? Insights from Comunidades Nativas in the Peruvian Amazon. International Journal of the Commons 15, 381–394.

[4] Brofeldt, S., Argyriou, D., Turreira-García, N., Meilby, H., Danielsen, F., Theilade, I., 2018. Community-Based Monitoring of Tropical Forest Crimes and Forest Resources Using Information and Communication Technology – Experiences from Prey Lang, Cambodia. CSTP 3, 4.