Jenis manfaat

Uang tunai langsung berdasarkan kinerja

Keuntungan moneter langsung jarang terjadi di REDD+. Sampai harga karbon global atau nasional dapat ditentukan, REDD+ dan inisiatif pembangunan rendah emisi lainnya tidak mungkin menjanjikan keuntungan moneter secara langsung kepada masyarakat.

Sebuah studi yang mengevaluasi program PFES di provinsi Dak Lak di wilayah Dataran Tinggi bagian tengah Vietnam menemukan bahwa setelah delapan tahun pelaksanaan, sulit untuk mengurangi kehilangan hutan ketika masyarakat setempat tidak menemukan skema Pembayaran untuk Layanan Lingkungan Hutan (PFES) yang menarik secara finansial, meskipun program ini menyediakan sumber pendapatan yang stabil dan pembayaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan program perlindungan hutan negara.

Para pemangku kepentingan di level lokal telah mengidentifikasi beberapa masalah yang saat ini membatasi program ini. Pertama, penyedia layanan dibayar untuk melakukan patroli dan mengambil langkah-langkah lain untuk melindungi hutan, tetapi patroli yang dipimpin oleh masyarakat menjadi tantangan. Orang menganggap pembayaran yang mereka terima terlalu rendah dibandingkan dengan waktu dan usaha yang harus mereka keluarkan untuk melintasi daerah pegunungan yang sulit. Masalah lain termasuk adanya tingkat pembayaran yang berbeda untuk setiap daerah aliran sungai, yang menciptakan rasa ketidakadilan, dan anggota keluarga pada suatu rumah tangga yang idak mengikuti jadwal patroli. Sebagian besar penduduk desa mengatakan pendapatan dari PFES tidak dapat bersaing dengan pendapatan dari penggunaan lahan lainnya, seperti produksi kopi, yang dapat menghasilkan 10–30 kali lipat dari jumlah yang mereka terima setiap tahun dari PFES. Penduduk desa juga melihat pembayaran yang terlambat sebagai kelemahan utama, dengan lebih dari 90% warga desa yang diwawancarai mengatakan penerimaan PFES yang terlambat menyebabkan frustrasi dan ketidakpercayaan terhadap akuntabilitas pemerintah. Pemerintah juga mendistribusikan pembayaran PFES melalui transfer bank, tetapi sebagian besar penduduk desa menghadapi kesulitan membuka rekening bank karena kendala bahasa dan kurangnya pengetahuan serta akses ke layanan dan fasilitas perbankan.

Motivasi masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam PFES tidak hanya didorong oleh jumlah pembayaran, tetapi juga oleh bagaimana pembayaran tersebut diatur. Setiap provinsi, distrik, komune, dan desa memiliki konteks sosial, politik, dan ekonomi yang berbeda, dan mekanisme distribusi pembayaran dan pembagian manfaat yang mungkin berhasil di satu tempat tidak selalu cocok di tempat lain. Desain dan pemilihan mekanisme distribusi pembayaran langsung harus dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan konsultasi stakeholder agar menarik bagi peserta program (Pham et al. 2021[1]).

Bosques Amazonicos (BAM) adalah perusahaan swasta yang bekerja sama dengan Federasi Produsen Kacang Brasil Madre de Dios (FEPROCAMD) di Peru. Untuk meningkatkan kehidupan para produsen, BAM memberikan insentif kepada mereka untuk menjaga hutan mereka yang terancam oleh pertanian migran dan illegal logging. Kacang Brasil hanya diproduksi oleh pohon-pohon yang tumbuh di hutan asli dengan kanopi hutan yang utuh, sehingga melindungi produksi kacang Brasil juga melindungi hutan sekitarnya. Selain mengukur, melaporkan, mengesahkan, dan menjual karbon, BAM juga telah berjanji kepada masyarakat lokal untuk membangun pabrik pengolahan kacang Brasil, memberikan bantuan hukum dan teknis, serta sistem tanggap cepat untuk mengatasi perampasan lahan secara ilegal. Secara bertahap, ini akan diimplementasikan di seluruh area konsesi kacang Brasil. Inisiatif ini memberikan contoh pendekatan inovatif terhadap REDD+ yang melibatkan sektor swasta dan produsen hutan di wilayah yang terancam dan kaya biodiversitas. Hingga akhir tahun 2014, 405 pemegang konsesi kacang Brasil telah bergabung dengan proyek BAM dengan total luas konsesi sekitar 308.738 hektar hutan. Pada awalnya, BAM berharap dapat mendistribusikan 30% dari pendapatan bersih dari penjualan kredit karbon kepada pemegang konsesi yang berpartisipasi, tetapi baru-baru ini hal ini telah diubah sehingga hasil perdagangan karbon mulai dari tahun 2021 akan didistribusikan secara merata antara anggota setelah proyek ini dapat menjual kredit karbon (Solis et al. 2021[2]).

Tidak berdasarkan kinerja

Tidak jarang, proyek mengeluarkan dana untuk biaya awal, yang memungkinkan pemilik lahan untuk menutupi biaya tenaga kerja di muka yang cukup besar dan biaya peluang dari perubahan penggunaan lahan.

Sebuah percobaan REDD+ memperkenalkan sistem PED tingkat desa berbasis kinerja di distrik Kilosa dan Lindi. Penduduk desa diharuskan mengurangi atau menghentikan konversi kawasan untuk penggunaan lahan lain, selain REDD+ verifikasi tercapai, dan sebelum pembayaran REDD+ yang benar-benar bersyarat dapat dilakukan. Menyadari biaya di awal dan sama dengan inisiatif jenis PES lainnya yang terdokumentasi, pembayaran REDD+ pertama dilakukan ke desa-desa sebelum pengurangan hilangnya hutan yang terukur. Mengatur pembayaran di awal merupakan sebuah tantangan karena tidak ada kinerja yang dicapai, tetapi diperlukan untuk menciptakan insentif bagi manajemen di masa depan. Pembayaran pertama ini didasarkan pada data dasar historis desa dan persentase hutan yang mereka putuskan untuk dimasukkan ke dalam hutan lindung desa. Proyek ini mencari keseimbangan antara persyaratan yang harus dipenuhi dengan kebutuhan untuk melakukan pembayaran di awal agar tidak membebankan biaya itu pada rumah tangga.

Pembayaran di awal ini mungkin dikritik karena dianggap meniadakan persyaratan untuk PES, tetapi tanpa itu, pendekatan pengelolaan sumber daya bisa jadi gagal di tahun awal, atau tidak ditolak sejak diusulkan. Hal ini terutama terjadi pada negara berpengasilan rendah, di mana masyarakatnya sangat bergantung pada hutan untuk mata pencaharian mereka. Implementasi REDD+ akan berbeda dari PES di negara dengan kepemilikan lahan yang berfungsi dengan baik. Karena itu, ada baiknya mempertimbangkan kemungkinan membayar biaya di muka, dan dampaknya akan membantu memfasilitasi keberhasilan suatu proyek[3].

Untuk proyek REDD+ Maï-Ndombe di DRC, direncanakan penyediaan minimal 5,3 juta dolar AS sebelum pembayaran untuk penurunan emisi atau Emission Reduction Program Agreement (ERPA) (terlepas dari kinerja proyek), untuk membantu memenuhi biaya awal. Selain pembayaran di awal ini, hingga 1,9 juta dolar AS akan ditambahkan dalam kinerja program pengurangan emisi atau emissions reduction programme (ER). Pembayaran ditujukan untuk berkontribusi pada manajemen program ER, pengembangan dan tata kelola, dan kegiatan untuk telibat dengan pemangku kepentingan. Untuk negara-negara seperti DRC yang mungkin tidak dapat berpartisipasi dalam skema REDD+ jika tidak adanya dukungan dari luar, pendanaan awal dari dibutuhkan agar tidak adanya dana menjadi penghalang untuk berpartisipasi dalam REDD+[4].

Di Vietnam, dari total pembayaran yang diharapkan sebesar 48 juta dolar AS, sebanyak 3,2% –setara dengan perkiraan 1,42 juta dolar AS– telah dialokasikan langsung untuk kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memperkuat keadaan pendukung. Kegiatan tersebut meliputi penguatan dan pelaksanaan kebijakan pengendalian konversi hutan alam; menerapkan kerangka hukum untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan alam; mengelola sumber daya hutan alam secara berkelanjutan dan mengembangkan perkebunan secara berkelanjutan di Wilayah Tengah Utara; memperkuat penegakan hukum dan memantau kepatuhan terhadap kebijakan aturan (50% dari total jumlah yang dialokasikan ke tingkat pusat); pengembangan dan sosialisasi peraturan dan pedoman; dan mendorong keterlibatan sektor swasta, komunitas lokal dan etnis minoritas agar secara efektif dapat berkontribusi pada target ER (50% dari total jumlah yang dialokasikan ke tingkat pusat). Sisa 96,8% dari total pembayaran bersih (setara dengan 46,58 juta dolar AS) berbasis kinerja dan akan dialokasikan ke provinsi[5].

Non-tunai/Dalam bentuk barang

Kecuali jika REDD+ memberikan mata pencarian, infrastruktur, jaminan kepemilikan, keanekaragaman hayati dan keuntungan jasa ekosistem (sering kali dilabeli “keuntungan tambahan” atau “keuntungan non-karbon”), tujuan karbon tidak mungkin dapat tercapai. Sebagian besar keuntungan yang dihasilkan dan didistribusikan oleh REDD+ sejauh ini bersifat non-moneter.

Anggota subkomite pemantauan Puerto Ocopa, Peru, tidak diberi kompensasi berupa uang untuk pekerjaan mereka, tetapi menerima pelatihan dari program REDD+ mengenai teknologi dan teknik pemantauan hutan, yaitu pelatihan Global Positioning System (GPS), pemetaan dan pembacaan koordinat, topik konservasi dan bagaimana menanggapi keadaan yang diidentifikasi selama pemantauan dilakukan (yaitu, bagaimana melaporkan masalah terkait penebangan liar, perambahan, dan kejahatan lingkungan lainnya). Beberapa anggota telah menggunakan teknologi dan teknik pemantauan hutan yang baru untuk memperluas peluang mata pencarian mereka atau untuk mendapatkan penghasilan tambahan, seperti yang dibayarkan oleh petani skala kecil dan tetangga untuk membatasi plot mereka dengan koordinat GPS[6].

Di Madagaskar, sebuah LSM lokal yang bernama Eden menerapkan model pembangunan yang mempekerjakan penduduk setempat untuk menanam pohon dengan tujuan meningkatkan pendapatan, meningkatkan kapasitas adaptif, dan menghentikan deforestasi. Eden mempekerjakan lebih dari 100 pekerja tetap per desa untuk melakukan penanaman bakau dan selama lebih dari sepuluh tahun ini telah menciptakan stabilitas pekerjaan yang telah memberikan pembelajaran keterampilan baru dan keuntungan dalam pengembangan karier. Masyarakat yang menerima manfaat telah mampu mendiversifikasi mata pencarian mereka berkat peningkatan kapasitas tabungan mereka. Selain itu, peningkatan pendapatan mereka memungkinkan pemenuhan kebutuhan antara lain Pendidikan dan penguatan modal sosial[7].

REDD+ memiliki potensi untuk memberikan manfaat dari karbon dan non-karbon (seperti sosial dan lingkungan) meliputi konservasi keanekaragaman hayati, penyediaan pangan, bahan bakar dan serat, serta kontribusi untuk mata pencarian lokal. Akan tetapi, cukup sulit untuk menentukan jenis dan tingkat manfaat tambahan yang dapat dihasilkan oleh proyek REDD+ dan ada kemungkinan juga proyek ini memiliki dampak negatif di masyarakat. Sebuah penelitian dari Indonesia menggunakan data sekunder dan indikator kesejahteraan pada 2.242 desa di 18 lokasi proyek REDD+ di Kalimantan menemukan hasil yang relatif positif untuk tenurial, tetapi berpotensi memiliki dampak negatif pada kesejahteraan. Para penulis menganjurkan sistem pengumpulan dan pemantauan data yang lebih kuat untuk mengevaluasi dampal sosial proyek REDD+ dari waktu ke waktu[8].

Di negara bagian Acre, Brasil, para pemimpin pribumi yang terlibat dalam program Indigenous Agroforestry Agents (IAA) untuk menjadi penyuluh perdesaan, juga menjadi pendidik dan penghubung antara masyarakat dan pemerintah. Bagi banyak IAA, program pelatihan memberikan keterampilan yang diperlukan dan pengalaman transformatif di luar komunitas mereka untuk terlibat dengan masyarakat yang lebih luas secara setara. Bagi kebanyakan orang, pelatihan IAA merupakan paparan pertama mereka terhadap bahasa Portugis, di mana mereka memperoleh keterampilan membaca dan menulis. Pada tahun 2018, sebanyak 59 IAA telah menyelesaikan pendidikan menengah atau teknis, dan beberapa dari lulusan ini memiliki peran profesional lain dalam pemerintahan dan masyarakat sipil, termasuk sebagai Sekretaris Urusan Pribumi untuk pemerintah negara bagian Acre. Program IAA membantu memperkuat budaya, pengetahuan, dan lembaga masyarakat dalam mengambil keputusan di komunitas mereka dan proses untuk bagian negara yang lebih luas, sekaligus mempromosikan perlindungan hutan[9].

Sumber

[1] Pham, T.T., Nguyen, T.D., Dao, C.T.L., Hoang, L.T., Pham, L.H., Nguyen, L.T., Tran, B.K., 2021. Impacts of Payment for Forest Environmental Services in Cat Tien National Park. Forests 12, 921.

[2] Solis, D., Cronkleton, P., Sills, E.O., Rodriguez-Ward, D., Duchelle, A.E., 2021. Evaluating the Impact of REDD+ Interventions on Household Forest Revenue in Peru. Front. For. Glob. Change 4, 624724.

[3] Robinson EJZ, Albers HJ, Lokina R and Meshack C. 2016. Allocating Group-Level Payments for Ecosystem Services: Experiences from a REDD+ Pilot in Tanzania. Resources 5(4):43.

[4] The Forest Carbon Partnership Facility (FCPF). 2018. Advanced Draft Benefit Sharing Plan for the Mai-Ndombe Emission Reductions Program in the Democratic Republic of Congo [Draft]. Accessed 11 July 2022.

[5] [MARD] Ministry of Agriculture and Rural Development Vietnam and [FCPF] The Forest Carbon Partnership Facility. 2019. Benefit sharing plan of the program on emissions reductions in north central region of Viet Nam for the period 2019-2024. Washington DC, USA: The World Bank. Accessed 11 July 2022.

[6] F. Kowler L, Kumar Pratihast A, Pérez Ojeda del Arco A, Larson AM, Braun C and Herold M. 2020. Aiming for Sustainability and Scalability: Community Engagement in Forest Payment Schemes. Forests 11(4):444.

[7] Favretto, N., Afionis, S., Stringer, L.C., Dougill, A.J., Quinn, C.H., Ranarijaona, H.L.T. 2020. Delivering climate-development co-benefits through multi-stakeholder forestry projects in Madagascar: Opportunities and challenges. Land 9(5):157.

[8] Jagger, P. and Rana, P., 2017. Using publicly available social and spatial data to evaluate progress on REDD+ social safeguards in Indonesia. Environmental Science & Policy 76, 59–69.

[9] DiGiano M, Mendoza E, Ochoa M, Ardila J, Oliveira de Lima F and Nepstad D. 2018. The Twenty-Year-Old Partnership Between Indigenous Peoples and the Government of Acre, Brazil: Lessons for realizing climate change mitigation and social justice in tropical forest regions through partnerships between subnational governments and indigenous peoples. San Francisco, USA: Earth Innovation Institute (EII). DOI:10.13140/RG.2.2.34535.29609